Beranda Uncategorized DEKLARASI BANJARMASIN KEBERLANJUTAN HIDUP MEDIA MASSA HARUS MENJADI PRIORITAS NASIONAL

DEKLARASI BANJARMASIN KEBERLANJUTAN HIDUP MEDIA MASSA HARUS MENJADI PRIORITAS NASIONAL

379
0

Sering dinyatakan bahwa untuk dapat mempertahankan diri di era disrupsi media dewasa ini, media massa mesti kembali kepada good journalism. Surat-kabar, televisi, radio dan media siber tidak semestinya menjadi pengekor media-sosial dalam hal kebiasaan menyebarkan informasi serba instan, spontan bahkan berisi hasutan atau hoaks. Media massa harus kembali pada esensi jurnalisme yang baik, bermartabat dan beretika.

Syarat kedua agar media massa dapat bertahan dari goncangan disrupsi adalah kemampuan beradaptasi dengan keadaan-keadaan transformasi digital. Para pengelola media harus secara cepat menempatkan diri dalam ekosistem baru di mana masyarakat semakin terpola untuk mengakses informasi, berita, wacana publik dan hiburan secara digital. Para pengelola media dituntut untuk mampu menyajikan dan mendistribusikan berita secara baru berlandaskan pada penerapan teknologi informasi digital.

Namun perlu digarisbawahi bahwa kembali pada esensi good journalism dan bertransformasi ke era digital saja tidak cukup untuk menjamin daya hidup pers profesional. Ada satu masalah struktural-sistemik yang tidak dapat ditangani sendiri oleh para pengelola media. Persoalan tersebut adalah iklim persaingan usaha yang timpang dan tidak sehat antara media lama dan media baru. Ketidaksetaraan posisi dan perlakuan untuk media massa konvensional di satu sisi dengan perusahaan platform digital di sisi lain.

Di satu sisi, surat-kabar, radio, televisi dan media siber mesti membayar pajak untuk setiap pendapatan iklan yang diperoleh, serta harus menanggung jaminan sosial para wartawan dan karyawan yang lain. Sementara sebagai pesaing media konvensional, platform media-sosial, mesin-pencari atau agregator berita dapat menghindari pajak, tidak perlu menggaji wartawan tetapi dapat memanfaatkan hasil jerih-payahnya, serta tidak terikat oleh regulasi-regulasi media. Perusahaan penyedia layanan mesin-pencari dan agregator-berita dapat berlindung di bawah jargon “information is free” untuk melakukan komodifikasi atas berita yang dihasilkan oleh media siber. Sementara media siber mesti menanggung gaji dan jaminan sosial para wartawan yang bekerja untuk menghasilkan berita tersebut. Jargon “information is free” telah mengabaikan fakta bahwa berita lahir dari jerih-payah wartawan yang menggantungkan hidupnya dari penghargaan atas berita itu.

Setiap berita di media massa yang merugikan pihak tertentu mengandung konsekuensi etis atau hukum, dapat diperkarakan ke Dewan Pers, KPI bahkan ke Pengadilan. Sebaliknya, perusahaan media-sosial tidak perlu bertanggung-jawab atas informasi yang mereka sebarkan, termasuk hoaks yang merugikan masyarakat. Padahal media sosial sesungguhnya juga merupakan perusahaan media yang melakukan proses komodifikasi informasi di ruang publik dan menggantungkan diri dari pendapatan iklan. Sejauh ketimpangan dan perbedaan perlakuan itu tetap terjadi, sulit bagi media massa untuk bertahan hidup. Good Jurnalism adalah sebuah keniscayaan bagi pers profesional. Namun, good journalism tidak dapat berdiri sendiri dan harus ditopang prinsip-prinsip keberlanjutan media.

Dalam konteks ini, diperlukan campur-tangan negara untuk mewujudkan iklim persaingan usaha di bidang media yang sehat dan berkeadilan. Lebih dari itu, dibutuhkan kebijakan-kebijakan yang secara nyata berpihak pada pengembangan dan keberlanjutan industri media nasional menghadapi penetrasi perusahaan raksasa digital global.

Dibutuhkan tata-kelola media yang mampu mengatur ruang-lingkup agregasi, distribusi dan monetisasi berita media massa konvensional oleh platform mesin-pencari, agregator atau media sosial. Tata-kelola itu mencakup:

Hak pengelola media massa untuk mengetahui ruang-lingkup pemanfaatan berita yang mereka hasilkan oleh perusahaan platform digital.
Hak pengelola media massa atas pembagian pendapatan iklan yang adil dan transparan berdasarkan pemanfaatan berita yang mereka hasilkan.

Hak pengelola media massa atas data-pengguna-internet (user-behavior-data) yang dihasilkan dari pemanfaatan berita media massa secara adil dan saling menguntungkan.
Insentif untuk meningkatkan jumlah pembaca media massa nasional dalam bentuk pengurangan atau penghapusan pajak pendapatan iklan untuk media massa.

Insentif untuk media massa nasional dalam bentuk pengurangan atau penghapusan pajak berlangganan berita atau konten berbayar.
Transparansi perusahaan platform mengenai sistem penambangan-data yang mereka lakukan berdasar pada pemanfaatan berita media massa.
Transparansi perusahaan platform mengenai pengoperasian sistem algoritma yang berkaitan secara langsung dengan pemanfaatan berita media massa.

Tanggung-jawab perusahaan platform media-sosial atau mesin pencari terhadap konten yang mereka sebarkan dan monetisasi, khususnya yang menyebabkan keresahan masyarakat atau menimbulkan kerugian bagi pihak tertentu.

Dalam peringatan Hari Pers Nasional tahun 2020 di Banjarmasin Kalimantan Selatan, kami asosiasi-asosiasi media nasional menuntut agar pemerintah dan DPR memperhatikan benar pentingnya pengaturan atas hal-hal di atas.

Pengaturan itu sangat mendesak dilakukan untuk untuk memberi daya dukung bagi keberlanjutan hidup pers nasional. Pengaturan ini pada gilirannya juga menjadi fundamen untuk mempertahankan kedudukan pers sebagai pilar keempat demokrasi di Indonesia.

Banjarmasin, 8 Februari 2020
SPS
ATVSI
ATVLI
PRSSNI
FORUM PEMRED
AMSI
SMSI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini