Beranda Uncategorized Utang Banten Diskusi Soal Bank Banten

Utang Banten Diskusi Soal Bank Banten

445
0

Perkumpulan Urang Banten menggelar Forum Group Discussion (FGD) Bank Banten, Jumat (15/05) secara virtual melalui Zoom App dan disiarkan live melalui Facebook Urang Banten.

FGD Bank Banten seri ke-1 yang mengangkat tema pembelian Bank Banten menghadirkan beberapa narasumber yaitu, Dr. Rizqullah, Waketum Bidang Ekonomi PUB, A. Fathoni, Direktur PT.
Banten Global Development, dan K.H. A.M. Romly, Ketua Umum MUI Banten, serta dimoderatori oleh Muhammad Hasan Gaido, Presiden ISABC sekaligus Waketum Bidang Perbendaharaan PUB.

Tercatat yang hadir yaitu Saiful M. Ruky, ahli keuangan korporasi dan pengembangan perbankan, Asep Rahmatullah, Mantan Ketua DPRD Banten (2014-2019), Pepep Faisaludin, Mantan Ketua DPRD Lebak, TB. Sukatma, ahli hukum, Arwan, Asosiasi Banten Menggugat, Wawan Wahyuddin, Wakil Rektor III UIN Sultan Maulana Hasanuddin, dan juga dihadiri peserta internasional, Moh. Amin dari Singapore yang berfokus pengembangan investasi, perdagangan dan konsultan halal, Muammad Martin Abdurahman dari makkah Saudi Arabia dalam pemasaran Hotel besar di Makkah pulman zamzam dan DR Rizky Novihamzah dari Indonesia Investment Promotion Center (IIPC) pusat perwakilan investasi Indonesia negara di kawasan timur tengah yang bermarkas di Abu Dhabi ibu kota negara UAE.

Eden Gunawan selaku Ketua Panitia FGD yang juga Sekretaris Umum Perkumpulan
Urang Banten (PUB) berpesan bahwa kegiatan ini tidak ada muatan politik, menyerang perorangan atau kelompok, melainkan semata-mata hanya ingin fokus mewujudkan masyarakat Banten sejahtera dalam bingkai iman dan taqwa, mencari solusi juga rekomendasi yang terbaik untuk Bank Banten ini.

Ditegaskan Eden, PUB juga sangat berkeyakinan bahwa perbedaan pendapat adalah rahmat, sehingga akan selalu menjungjung tinggi persatuan dalam keberagaman.

Mengawali diskusi yang berlangsung kurang lebih dua jam ini, Hasan Gaido menyampaikan prolog berisi fakta-fakta yang memicu jalannya diskusi di antaranya tentang moment dikala PT. Bank Pundi Indonesia TBK yang kemudian berubah nama menjadi PT. Bank Pembangunan Daerah Banten atau Bank Banten, diakusisi oleh pemerintah Provinsi Banten melalui PT. Banten Global Developmetn (BGD) pada 21 Juli 2016, kemudian selang empat bulan berjalan pada 4 Oktober 2016, Bank Banten resmi dilaunching oleh Gubernur Banten, Rano Karno, yang juga bertepatan dengan HUT Provinsi Banten ke-16.

Namun selama dinamika perjalanannya, terkuak kasus suap pembentukan Bank Banten yang melibatkan BGD dan eks
wakil ketua dan sejumlah oknum DPRD Banten di periksa KPK dan masuk penjara.

“Saya ingin sampaikan di awal bahwa, saya tidak terlibat langsung proses akusisi Bank Banten sebagai unit usaha di BGD di tahun 2016 waktu itu, karena saya diangkat sebagai Direktur di BGD baru di 2017 yang lalu. Tapi harus diakui proses pembentukan Bank Banten ini cukup ketat secara prosedur, mulai pembentukan tim independen, lalu penujukan penasehat hukum, KJPP, akuntan publik sampai penasehat finasial keuangan, namun juga tanpa mengingkari ada berbagai permasalah di awal proses ini,” demikian dikatakan Fathoni, Direktur PT.BGD diawal paparan.

Sementara itu, Dr. Rizqullah, menyampaikan asas mendasar tentang mengapa Banten butuh bank pembangunan daerah.

“Bank adalah penghubung pemilik dana dan pihak yang butuh dana sehingga disebut sebagai lembaga intermediasi, kemudian bank juga sebagai penggerak perekonomian daerah yang pada nanti mendorong peningkatkan PAD

Selain itu menurutnya, Banten yang terkenal dengan karakteristik masyarakat
yang religius, maka sangat wajar apabila seandainya Banten memiliki bank daerah berkonsep syariah.

“Berdasarkan kajian kami dengan mempertimbangan aspek mendasar tadi, proses pembelian Bank Banten ini mengandung banyak masalah. Pertama, kala itu Bank Pundi berstatus bank yang sakit dan dalam pengawasan intensif Otritas Jasa Keuangan (OJK). Kedua, memiliki portofolio kredit yang berpotensi macet. Ketiga, bank yang mengalami kerugian dua tahun berturut-turut. Keempat, memiliki banyak kantor operasional yang padahal sebenarnya tidak memberi relevansi dampak ekonomi langsung kepada daerah Banten, dan juga disamping itu menimbulkan biaya operasional yang besar. Kelima, due dilligence tidak mempertimbangkan trend atau perkembangan kinerja perusahaan, alih-alih justru melihat aspek banyaknya kantor operasional tadi yang sebenernya tidak relevan pada perekonomian Banten,” papar mantan Direktur Utama BNI Syariah ini.

Ditambahkan Rizqullah, beberapa opsi bank-bank yang jadi target, Bank Pundi ini satu-satunya bank yang bersedia untuk dibeli, walau dalam kondisi sakit.

“Walau sekali lagi secara bisnis dan dengan pertimbangan sosial masyarakat Banten yang religius, saya ingin katakan tidak layak untuk dibeli,” imbuh Rizqullah, seraya mengatakan, bahwa saat ini pemprov banten saat itu gubernur banten rano karno dengan dukungan politik semua fraksi di izinkan membeli bank pundi dan di rubah nama menjadi bank banten sehingga mau tidak mau harus menerima kenyataan sehingga pemprov banten yang terpilih adalah pak WH dan Andika harus memiliki tanggung jawab untuk menyehatkan dan membesarkan bank banten karena secara bisnis sangat
terbuka besar dengan PAD Banten dan pabrik bersekala internasional sehingga sangat memungkinkan bisa sehat dan maju assal jangan abai dalam pengawasan terhadap managmen bank karena majunya bank butuh dukungan permodalan dari pemilik saham dan managmen atau direksi yang mumpuni.

Setelah semua narasumber diberi kesempatan memaparkan materinya, moderator selanjutnya memberikan kesempatan kepada para penanggap pertama yaitu Saiful M. Ruky, yang juga akrab di sapa Ki Ipung.

Ki Ipung menjelaskan teori tentang gambaran awal situasi pembentukan Bank Banten.

“Dalam corporate finance kita mengenal istilah corporate action trap (perangkap aksi korporasi) atau acquisition trap (jebakan akuisisi) yaitu suatu situasi di mana perusahaan yang diakuisisi itu terjebak dalam situasi seperti buah simalakama. Dalam artian perusahaan tersebut jika dibiarkan akan mati, kalaupun mau dihidupkan butuh biaya yang sangat besar dan belum tentu berhasil.

“Pertanyaan kita, apakah Bank
Banten terindikasi ke arah ini ?” ucap Ki Ipung. “Mari kita analisis, yang mendekati dari beberapa sebab berikut, pertama, kesalahan dalam memilih target akuisisi; umumnya ini kesalahan yang sangat jarang terjadi apabila sepenuhnya secara profesional dilakukan, karena semua prosedur secara ketat diterapkan sebelum mengakuisi sebuah perusahaan, sebagaimana yang tadi disampaikan Direktur BGD. Kedua, harga yang terlalu mahal untuk dibeli. Ketiga, terlalu yakin. Keempat, unsur penyebab non ekonomis. Kelima, problem dalam eksekusi,” ulas Ki Ipung.

“Mari kita lihat di mana kesalahan dalam kasus Bank Banten ini.Jadi di banyak kesempatan kala itu, saya selalu mengatakan untuk tidak mengambil Bank Pundi, kemudian terkait apakah akuisisi ini over price? apprrcial yang pernah kami lakukan equity asset Bank Pundi itu di angka 2,6 T, lalu jika akuisisi 51% maka butuh 1.3 Triliun,” Ki Ipung menambahkan.

Sementara itu, Asep Rahmatullah yang menjabat Ketua DPRD Banten (2014-2019) dan turut menggawangi terwujudnya
bank pembangunan daerah di Banten waktu itu menerangkan bahwa secara politik dan legalnya, menurut Asep, semua bersepakat waktu itu bahwa Banten perlu memiliki bank pembangunan daerah sendiri, menimbang besarnya share market dan fungsi ekonomi perbankkan dalam meningkatkan pendapatan daerah.

“Benar, Bank Pundi saat itu dalam kondisi sakit, namun memiliki prospek, sehingga
OJK waktu itu pun menyarankan Pemprov Banten mengakuisis segera karena adanya kepastian anggaran dari APBD, juga akumulasi peredaran uang Kabupaten Kota se-Banten yang kurang lebih samapi 40 Triliun,” jelas Asep.

“Kami punya harapan, Bank Banten ini bisa recovery dan mengalami perbaikan. Namun, saya cukup prihatin adanya pengalihan kas daerah yang dilakukan Gubernur kita beberapa waktu lalu. Hal lain yang sampai akhir masa jabatan kami waktu itu minta kepada Gubernur, namun belum terwujud hingga kini yaitu kami telah berkoordinasi dengan OJK, BI, dan para ahli ekonomi, dan juga kesepakatan kabupaten/kota meminta untuk dilakukan pemisahan saham Bank Banten agar tidak di bawah BGD. Semoga ada solusi terbaik ke depan,” imbuh Asep.

Setalah mendengarkan tanggapan dari sudut pandang korporasi, lalu lembaga legislatif, moderator meminta tanggapan dari ahli hukum, T.B. Sukatma.

Diterangkan TB. Sukatma, Bank Banten ini sudah innalillahi wai nnailaihi rojiun.

“Apabila kita lihat dari keadaannya saat ini karena pengabaian dalam pengelolaan, selain itu juga fakta yang terkuak bahwa ada masalah hukum dalam pembentukan Bank Banten ini dan syukurlah para pelakunya sudah diadili dan menjalani hukumannya. Semoga ini jadi pembelajaran kita, Saya merasa kecewa dengan apa yang di putuskan Gubernur saat ini Wahidin Halim karena tega memindahkan uang kas daerah dari bank banten milik nya sendiri ke bank BJB sehingga mengakibatkan masyarakat berdatangan ke bank banten mengambil tabungan nya. Ini akan menjadi kajian hukum,” ucap Sukatma.

Saya, lanjut Sukatma, ingin menyampaikan gerakan banten menggugat yang ingin menyelematkan bank Banten.

“Walaupun kami bukan ekonomi tapi kami memiliki kesadaran akan pentingnya suatu gerakan untuk menyelamtakan bank banten dari salah urus dan kebijakan gubernur yang memindahkan kas daerah di bank banten di ke bank bjb, menurut para advokat bahwa gubernur telah melakukan pelanggaran hukum,” tegas Sukatma.

Selanjutnya Arwan dari Asosiasi Banten Menggugat menyebut, sebagai orang
yang memilih WH ketika pilgub di Banten, dirinya dan kawan kawan di ormas banten menggugat, memiliki kewajiban untuk memberikan masukan kepada gubernur yang pernah dipilihnya dulu.

Lilis mewakili ASN Pemprov Banten merasa prihatin dengan apa yang terjadi dengan Bank Banten. Lilis menilai apa yang diputuskan Gubernur Banten sudah benar dan perlu dikawal.

“Semoga ini baik untuk semua pihak. Harapan saya kedepan semoga Banten memiliki bank pembangunan daerah yang sehat dan berkembang,” kata Lilis.

Ketika diminta tanggapannya, Rudy Radjab, pendiri dan juga mantan Direktur BGD, menyampaikan, pada masa awal berdirinya BGD terdapat pembahasan ingin mengakuisisi BJB Syariah untuk
menjadi cikal bakal Bank Banten. “Namun saya tidak tahu selanjutnya karena saya tidak lagi di PT BGD dan saya mendengar bahwa BGD membeli bank pundi menjadi bank banten.

“Jadi kalau mengingat kondisi saat ini Bank Banten sedang dalam pengawasan OJK, maka dengan potensi 40 Triliun dana yang berputar di Banten, dengan penempatan dana pihak ketiga ke BJB Syariah kemudian masuk, saya pikir ini bisa menjadi alternatif win-win solusi baik untuk Bank BJB maupun Bank Banten dan bisa diajukan sebelum terjadi right issue,” pungkas Rudy.

Akademisi, Wawan Wahyuddin, yang menjabat Wakil Rektor III UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten dalam paparnya mengatakan, sesuai Sabda Nabi Saw, majun mundurnya umatku ergantung pada dua hal pendidikan dan ekonomi.

“Teringat saya kala itu menghadiri Kongres Umat Islam Banten tahun 2005 yang di inisiasi oleh majlis ulama Indonesia provinsi banten, yang salah satunya rokemendasinya menginginkan di Banten memiliki bank pembangunan daerah yang berbasis syariah, sesuai dengan misi Banten Iman dan Taqwa,” kata Wawan.

“Pastinya kami melalui Fakultas Ekonomi Bisnis Islam, bertugas mempersiapkan para sumber daya insani trampil dan ahli
tidak hanya untuk Banten, namun untuk Indonesia, bahkan Dunia. Kami Apresiasi kami kepada semua yang terlibat dalam FGD ini,” sambung Wawan.

Diakhir, mantan ketua DPRD Kabupaten Lebak, Ki Pepep, dalam ulasanya merasa penyampaikan narasumber dari BGD jauh dari yang diharapkan, mengingat di tengah situasi kondisi pandemik Covid-19, masyarakat saat ini jelas butuh optimisme dan kemanaan atas dana mereka di Bank Banten.

“Kami juga tidak ingin melihat Bank Banten menjadi semakin terpuruk karena para nasabahnya berduyun- duyun menarik dana mereka, maka sampaikan kepastian kondisi dan keamanan ke masyarakat terkhusus nasabahnya. Harapan saya, mau bank konsep syariah atau pun Bank Banten yang ada sekarang semoga bisa kembali beroperasi normal dan bertumbuh besar, seperti yang dicita-citakan,” tandas Ki Pepep.

Selanjutnya, Dadi Farid menyebut, dirinya telah mengikuti lama proses pembelian bank banten sampai sekarang.

“Saya juga mengikuti kongres umat islam pada tahun 2015 yang acara tersebut diketuai oleh H Embay. Dalam harapan urang banten bukan bank banten covesiobal tapi bank banten syariah dan ketika membeli bank pundi yang banyak masalah maka kami mengajak ayoo kembalikan lagi kepada harapan masyarakat banten dengan moto iman dan taqwa untuk membeli bank banten Syariah,” ujar Dadi Farid.(ris)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini