Supir salah satu pekerjaan yang kerap dilakoni oleh pria pada umumnya, baik bujang maupun sudah beristri. Status pekerjaan dengan tukang antar yang dibayar itu tidak jarang menimbulkan kekhawatiran yang dirasakan oleh istri hingga mitos dan pola pikir yang acap kali dipunyai oleh istri.
Seperti yang diceritakan oleh seorang warga asal Majalengka yang saat ini bekerja sebagai penjual di warung kopi pinggiran yang terletak tidak jauh dari sekitaran bundaran Baribis.
“Saya sebetulnya dulu sempat kepikiran untuk menjadi supir, karena kan memang penghasilan nya pun tergolong lumayan, tapi gak boleh sama istri karena ada mitos kalau supir itu singkatan dari ‘Susu Mampir’,” kata Endi, Sabtu (24/4/2021).
Susu Mampir itu dia artikan kalau supir ibarat profesi yang dituntut selalu berada di jalanan yang tak mengenal siang maupun malam harus mampu mencapai tujuan yang dipinta oleh klien, sehingga ada hajat tertentu yang tidak tersampaikan mengharuskan seorang supir mau tidak mau kadang melampiaskannya di jalanan.
“Walaupun gak semua, kadang memang terbawa pergaulan dan keadaan uang yang berlimpah tetep aja Susu Mampir itu gak terhindarkan,” tuturnya.
Karena cerita dan kekhawatiran yang ia terima dari istrinya, Endi lebih memilih untuk menjadi seorang freelancer, tukang roti di Bandung, produsen mesin garmen, hingga kini ia menjadi pedagang kopi pinggiran di Baribis.
“Dari situ istri melarang, jadi ya mau gimana lagi sekarang mah enak jadi penjual, ngobrol kesana kemari dengan langganan, kadang juga pelanggan diajak bercanda,” pungkasnya. (Fik)